BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Larutan
Larutan
didefinisikan sebagai campuraan homogen antara dua atau lebih zat yang
terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
bervariasi. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute,
relatif terhadap jumlah pelarut. sedangkan larutan pekat adalah larutan yang
mengandung sebagian besar solut. Solut adalah zat terlarut, sedangkan solvent
(pelarut) adalah medium dimana solut terlarut.
Solut atau
zat terlarut adalah zat yang jumlahnya lebih sedikit didalam larutan. Solvent
atau zat yang pelarut adalah zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat
lain dalam larutan, Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan
dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dalam
pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Pada
umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air yang
berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol, amoniak, kloroform, benzene, minyak,
asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak disebutkan.
2.2 Proses Pembentukan
Larutan
Larutan
terbentuk melalui pencampuran atau lebih zat murni yang melekulnya berinteraksi
langsung dalam keadaan bencampur. Perubahan gaya antara molekul yang dialami oleh
molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni atau pelarut dalam keadaan
bercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan larutan.
Larutan dapat berada dalam kesetimbangan fase dengan gas, padatan atau cairan
lain. Kesetimbangan ini sering kali menunjukkan efek yang menarik yang
ditentukan oleh molekul zat terlarut.
Larutan
dilihat berdasarkan keadaan fase setelah barcampur ada dua macam yaitu laarutan
homogen dan heterogen. Larutan homogen adalah larutan yang membentuk satu fase
yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan
bagian yang lain didekatnya. Contoh larutan homogen yaitu air guladan alkohol
dalam air. Sedangkan campuran heterogen adalah larutan yang mengandung dua fase
atau lebih, contohnya air susu dan air kopi (Oxtoby, 2001).
2.3 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kelarutan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah tekanan dan suhu.
Kelarutan zat padat tidak dipengaruhi oleh tekanan, sedangkan kelarutan gas-gas
kan bertambah apabila tekanan diperbasar.
Pada
umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air yang
berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol, amoniak, kloroform, benzena, minyak
dan asam asetat, akan tetapi jika menggunakan air biasanya tidak disebutkan.
2.4 Satuan-Satuan
Konsentrasi
Untuk
menyatakan larutan pekat atau encer, ada lima macam satuan konsentrasi yang
sering digunakan, antara lain:
1.
Persentase (%)
Persentase adalah jumlah gram zat
terlarut dalam tiap 100 gram larutan.
2.
Fraksi mol
Fraksi mol
adalah perbandingan jumlah mol suatu zat dalam larutan terhadap jumlah mol
seluruh zat dalam larutan terhadap jumlah mol seluruh zat dalam larutan.
3.
Kemolaran (M = molar)
Kemolaran
adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan.
4.
Kemolalan (m = molal)
Kemolalan adalah jumlah mol zat
terlarut dalam tiap 100 gram pelarut.
5. Normalitas
Normalitas
menyatakan banyaknya gram ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan. Bobot
ekuivalen ialah fraksi (bagian) bobot molekul yang berkenaan dengan satu satuan
tertentu fraksi kimia, dan satu gram ekuivalen adalah fraksi yang sama dari
satu mol.
Bobot ekuivalen didefinisikan
sedemikian rupa sehingga dua zat bereaksi selalu dengan jumlah zat ekuivalen
yang persis sama. Hal ini berlaku untuk reaksi netralisasi karena satu H+
menetralisasi OH-, demikian juga untuk reaksi oksidasi dan reduksi
karena disini jumlah elektron yang diterima zat pengoksidasi.
Masalah-masalah konsentrasi sebagai
berikut:
1.
Masalah perhitungan jumlah zat terlarut.
2.
masalah pengenceran larutan.
3.
Masalah pencampuran
konsentrasi yang berbeda.
2.5 Titrasi
Standarisasi dapat
dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsetrasi suatu
larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan
standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam
basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah
dengan titrasi volumetric, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang
bereaksi.
Pada saat terjadi
perubahan indikator, titrasi ditentukan.Indikator berubah warna pada saat titik
ekuivalen. Pada titrasi asam basa, dikenal dengan istilah titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika
asam bereaksi dan basa bereaksi tepat habis reaksinya untuk mengetahui titik
ekuivalen digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut
titik akhir titrasi.
Proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarnisasi.
Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan zat
terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, Zat yang memadai dalam
hal ini hanya sedikit disebut standar primer (Day, 1998).
Titrasi merupakan salah
satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara
mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya.
Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi netralisasi asam basa.
Titik ekuivalen pada titrasi asam adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat
dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan
pH. pH pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari
netralisasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah
yang memiliki pH dimana titik ekuivalen berada. Pada umumnya titik ekuivalen
tersebut sulit untuk diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat
terjadi sebelum atau sesudah titik ekivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan
pada saat akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna
indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik ekuivalen.
Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan
titrasi. Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam
air akan terurai sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan hidroksida selama
titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan
(Purba, 2007).
Pada
titrasi juga memerlukan indikator asam-basa untuk mengetahui konsentrasinya.
Indikator asam basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah
kecil kedalam sampel, umumnya adalah larutan yang memberikan warna sesuai
dengan kondisi larutan tersebut.
Tidak
semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan maupun
produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai indikator.
Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah
muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter
dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik
ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi
didefinisikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan pemanganat) dalam larutan yang dititrasi.
Akibat
adanya logaritma dalam kurva pH, membuat titrasi warna yang sangat tajam,
sehingga terjadilah perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang
sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini sebagai kesalahan indikator, dan besar
kesalahannya tidak dapat ditentukan.
Titrasi
asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam
basa larutan dapat ditentukan dengan volumetri dengan teknik titrasi asam basa.
Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar
sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan
kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang
diketahui dari perubahan warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Banyak
metode yang digunakan untuk mengindetifikasikan titik akhir dalam reaksi,
titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah
warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan,
sebagai contoh adalah fenoftalein, dimana fenoftaelin akan berubah warna
menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8,2 atau melewatinya (Syukri,
1999).
Titrasi
adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan dengan larutan
lain yang diketahui konsentrasinya. Titrasi merupakan suatu cara atau metode
untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis zat
reaksinya yang terlibat didalam proses titrasi. Titrasi dibagi menjadi dua
yaitu :
1.
Titrasi
asidimetri
Pengukuran asam dengan menggunakan larutan baku basa.
2.
Alkalimetri
Pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan
baku.
Pada saat
titik ekivalen telah diketahui maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titrasi yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume tritrat, volume dan konsentrasi titrat maka kita bisa
menghitung kadar titran.
Titrasi
asam basa terbagi menjadi 5 jenis yaitu :
1.
Asam kuat–Basa
kuat.
2.
Asam kuat–Basa
lemah.
3.
Asam lemah–Basa
kuat.
4.
Asam kuat–Garam
dari asam lemah.
5.
Asam kuat–Garam
dari basa lemah.
Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk analisis secara titrasi adalah:
1.
Reaksi harus berlangsung
dengan cepat.
2.
Reaksi kimia
yang terjadi harus sederhana dan persamaan reaksinya mudah ditulis.
3.
Titrasi harus
memiliki keberulangan dengan perbedaan hasil tidak dari 0,5%.
4.
Titik akhir
titrasi harus dapat diamati dengan jelas.
5.
Kadar atau konsentrasi
larutan baku atau standar harus diketahui dengan tepat.
Larutan asam dapat
ditentukan kadarnya melalui penambahan larutan baku basa yang tepat ekivalen
(setara) dengan jumlah asam yang ada. Titik pada saat tercapainya kesetaraan
asam dan basa yang bereaksi dinamakan titik akhir titrasi. Untuk mengamati
titik ekivalen ini digunakan indikator asam basa, yaitu suatu zat yang dapat
berubah warnanya tergantung pH larutan. Jenis indikator yang dipilih harus
tepat. Titik akhir titrasi selalu berimpit dengan titik ekivalen dan selisihnya
dinamakan kesalahan titrasi. Ketepatan dalam memilih indikator dapat
memperkecil kesalahan titrasi (Underwood, 2002).
2.6
Macam-Macam Larutan
Larutan
adalah campuran serba sama dari dua komponen atau lebih yang mana tiap-tiap
komponen dapaat berupa gas, cair ataupun berupa benda padat. Komponen yang
lebih banyak disebut pelarut sedangkan komponen yang lebih sedikit disebut zat
terlarut. Ada beberapa macam larutan yaitu:
1.
Larutan padat,
pelarut padat, contohnya kuningan (Zn dalam Cu).
2.
Larutan cair,
pelarutnya cair, contohnya gula dalam air.
3.
Larutan gas,
pelarutnya gas, contohnya uap dalam air.
Berdasarkan daya hantarnya larutan dibedakan 2 macam,
yaitu:
1.
Larutan
elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
2.
Larutan non
elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Larutan dapat terjadi secara;
1.
Reaksi kimia.
2.
Solvasi seperti
hidrogen klorida (HCl) dalam air (H2O).
3.
Dispersi seperti
karbon
tetra klorida(CCl4) dalam
benzene.
2.7
Perbandingan Antara
Berbagai Skala Konsentrasi
Skala
konsentrasi molar dan normalitas sangan bermanfaat untuk eksperimen volmetrik,
dimana kuantitas zat terlarut dalam larutan dihubungkan dengan volume bagian
larutan itu. Skala normalitas sangat menolong dalam perbandingan volume dua
larutan yang diperlukan untuk bereaksi secara kimia. Keterbatasan daripada
skala normalitas adalah bahwa suatu larutan mungkin mempunyai lebih dari satu
nilai normalitas, bergantung pada reaksi yang menggunakannya. Konsentrasi molar
larutan sebaliknya merupakan suatu bilangan tetap karena bobot molekul zat itu
tidak bergantung pada reaksi yang digunakannya berbeda dengan bobot ekivalen.
Skala molaritas bermanfaat untuk
eksperimen-eksperimen yang menggunakan pengukuran fisika (seperti titik beku,
titik didih, tekanan uap dan sebagainya). Dalam jangkauan suhu yang cukup luas.
Molaritas satuan larutan yang ditentukan semata-mata oleh suatu komponen
larutan tidak bergantung pada suhu. Sebaliknya konsentrasi larutan yang
didefinisikan dengan volume bergantung pada suhu (Brady, 1999).
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Peralatan yang digunakan
A. Analisa Konsentrasi CO2 dalam
Air
1.
Buret 1 buah
2.
Pipet volume 1
buah
3.
Enlenmeyer 1
buah
4.
Gelas ukur 1
buah
5.
Pipet tetes 1
buah
6.
Bola penghisap 1
buah
7.
Corong 1
buah
8.
Statif dan klem 1
buah
B. Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air
1. Buret 1 buah
2. Pipet volume 1 buah
3. Enlenmeyer 1 buah
4. Gelas ukur 1 buah
5. Pipet tetes 1 buah
6. Bola penghisap 1 buah
7. Corong 1
buah
8. Statif
dan klem 1 buah
C. Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut
1. Buret 1
buah
2. Pipet tetes 1 buah
3. Erlenmeyer 1 buah
4. Labu ukur 100 mL 1 buah
5. Pipet volume 1 buah
6. Bola Penghisap 1 buah
7. Corong 1
buah
8. Statif
dan klem 1 buah
D. Analisa % HCl dalam Air Laut
1. Buret 1
buah
2. Pipet tetes 1 buah
3. Erlenmeyer 1 buah
4. Labu ukur 100 mL 1 buah
5. Pipet volume 1 buah
6. Bola Penghisap 1 buah
7. Corong 1
buah
8. Statif dan klem 1 buah
9. Neraca Digital 1 buah
3.1.2
Bahan yang digunakan
A. Analisa Konsentrasi CO2 dalam
Air
1.
Air keran 5 ml
2.
Air mineral 5 ml
3.
Natrium hidroksida (NaOH) 2N
4.
Indikator fenolftalein (PP) 1%
5.
Aquadest
B. Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air
1. Natrium thiosulfat pentahidrat (Na2S2O3
5H2O) 1N
2. Hidrogen klorida (HCl) 0,1N
3. Metil Orange
4. Indikator fenolftalein (PP) 1%
5. Air garam
6. Air Parit
C. Analisa Konsentrasi NaCl
dalam Air Laut
1. AgNO3 0,1 N
2. Indikator K2CrO4
3. Aquadest
4. Air laut
5. Air garam
D. Analisa % HCl dalam Air Laut
1. Natrium hidroksida (NaOH)
2. Indikator fenolftalein (PP)
3. Aquadest
4. Air Laut
5. Air
garam
3.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan
sebagai berikut:
3.2.1
Menentukan kadar CO2 dalam air
1.
Air keran dan air mineral diambil dengan pipet volume
masing-masing 5 ml dan dimasukkan kedalam enlenmeyer.
2.
Ditambahkan indikator fenolftalein (PP) 1% sebanyak 3
tetes.
3.
Dititrasi dengan larutan natrium hidroksida (NaOH)
yang telah diketahui normalitasnya 2N.
4.
Dihitung kadar CO2.
CO2= 1000……………………….. (3.1)
3.2.2
Analisa konsentrasi NaOH dalam air
1.
Diambil air parit dan air garam masing-masing 10 ml,
lalu dimasukkan ke dalam enlenmeyer.
2.
Ditambahkan 2 ml natrium thiosulfat pentahidrat (Na2S2O3
5H2O) 1N.
3.
Ditambah 3 tetes indikator fenolftalein (PP) 1%.
4.
Dititrasi dengan hidrogen klorida (HCl) 0,1N sampai
end point.
5.
Ditambahkan 3 tetes indikator metyl orange, dititrasi kembali sampai end point.
6.
Dihitung kadar NaOH.
NaOH (Mg/L) = …………….. (3.2)
3.2.3 Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut
1. Pipet sampel 10 ml dan diencerkan sampai 50 ml.
2. Diambil
sampel yang telah diencerkan sebanyak 10 ml dan dimasukkan dalam enlenmeyer.
3. Ditambahkan
indikator K2CrO4 sebanyak 3 tetes.
4. Dititrasi
dengan larutan AgNO3 0,1 N sampai dengan end point (terbentuk
endapan).
5. Dihitung
kadar NaCl.
NaCl = .......................................................................... (3.1)
3.2.4 Analisa
% HCl dalam Air Laut
1. Ditimbang 10 gram sampel dan dimasukkan dalam enlenmeyer
yang berisi sampel.
2. Dipipet
aquadest 2 ml, dimasukkan dalam enlenmeyer yang berisi sampel.
3. Ditambahkan
3 tetes indikator PP.
4. Dititrasi
dengan larutan NaOH 1 N sampai dengan end point (warna pink).
5. Dihitung
kadar HCl
%HCl = 100%..................................................... (3.2)
DAFTAR PUSTAKA
Brady, E.
James. 1999. Kimia Universitas Asas dan
Struktur. Jakarta: Bina aksara
L.
Underwood. R. A Day, JR. 2002. Analisis
Kimia Kuantitatif, Edisi 6. Jakarta : Gramedia
Oxtoby,
David, W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern.
Jakarta: Erlangga
Purba,
Michael. M, Si. 2006. Kimia SMA Kelas X1.
Jakarta: Erlangga
Syukri.
1999. Kimia Dasar 1. Bandung:
Erlangga
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
A.
Analisa konsentrasi CO2
dalam air sampel
Sampel air keran
a.
(ppm) = 1000
=
1000
=
8,8 1000
=
8800 ppm
b.
(ppm) = 1000
=
1000
=
1,76 1000
=
1760 ppm
Sampel
air mineral
a.
(ppm) = 1000
=
1000
=
0,022 1000
=
4400 ppm
b.
(ppm) = 1000
=
1000
=
0,022 1000
=
4400 ppm
B.
Analisa
konsentrasi NaOH dalam air sampel
Sampel air garam
a.
NaOH (Mg/L) =
=
=
1080 Mg/L
b.
NaOH (Mg/L) =
=
=
920 Mg/L
Sampel
air parit
a.
NaOH (Mg/L) =
=
=
1080 Mg/L
b.
NaOH (Mg/L) =
=
= 1080 Mg/L
C.
Analisa konsentrasi
NaCl dalam air laut
a.
Sampel air garam
NaCl =
=
= 1,17 mg/L
b. Sampel air laut
NaCl =
=
= 0,88 mg/L
D.
Analisa % HCl dalam Air Laut
a. Sampel air
garam
% HCl =
100%
= 100%
=
0,00091%
b. Sampel air laut
% HCl = 100%
= 100%
=
0,00036%
LAMPIRAN
C
TUGAS
A.
Menentukan kadar CO2
dalam Air Keran dan Air Mineral
1. Jelaskan
pengaruh konsentrasi CO2 terhadap kualitas air
2. Jelaskan
fungsi CO2 dalam air
Jawab :
1.
Pengaruh CO2
ialah CO2 mampu menurunkan pH yang berguna untuk menyeimbangkan pH
yang ada dalam air, karena kenaikan pH yang terjadi diimbangi oleh kadar CO2
yang terlarut dalam air. Sehingga CO2 berpengaruh pada pH air yang
berdampak pada ikan-ikan yang ada di air tersebut.
2.
Menumbuhkan
bakteri yang ada didalam air
Pembentuk
karbohidrat sebagai bagian dari tubuh tumbuhan air. Menyeimbangkan
pH yang ada didalam air
B.
Analisa NaOH dalam air
garam dan air parit
1. Jelaskan
pengertian larutan yang terjadi secara reaksi kimia dan beri contohnya
Jawab:
Larutan adalah campuran
serba sama dari dua komponen atau lebih, yang mana tiap-tiap komponen dapat
berupa gas, cair atau padat. Contoh:
larutan padat, misal (Zn) dalam pelarut padat (Cu)
2.
Jelaskan perbandingan
satuan konsentrasi dengan buat contoh perhitungan
jawab
:
a. Kemolaran (M) adalah
jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan.
Kemolalan (m) adalah
jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1000 gram pelarut.
b. Contoh perhitungan :
Molaritas (M = molar)
M =
=
=
24,43 M
Molalitas
(m = molal)
Dik : Massa zat
terlarut= 5,5 gr
P
=
1000 gr
BM HCl
= 36,5 gr/ml
Dit : molalitas ...?
m
=
=
= 0,15 m
3. Buat
contoh perhitungan
a.
Dik : Mr NaOH =
40
V NaOH =
100 ml
Jawab :
M =
4 =
160 = 10 gr
gr = 16 gr
b.
Pengenceran larutan
Dik
: BM HCl = 36,5 mg/l
M1 = 0,1 M
V1 =
50 ML
Purity =
37
ρ = 1,19 gr/ml
Dit : V2 ( pengenceran HCl )
Jawab :
M
=
x 1000
= x 1000
= 12,063 M
Kemudian di encerkan :
V1M1
= V2M2
(50 ml ). (0,1 M ) = V2 . (12,063 M )M
V2 =
=
0.414 ml
0 comments:
Post a Comment